Surat Cinta
Karya : WS Rendra
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur mainan
anak-anak peri dunia yang
gaib.
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah
Wahai, Dik Narti,
aku cinta kepadamu!
Kutulis surat ini
kala langit menangis
dan dua ekor belibis
bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal
jenaka dan manis
mengibaskan ekor
serta menggetarkan
bulu-bulunya.
Wahai, Dik Narti,
kupinang kau menjadi
istriku!
Kaki-kaki hujan yang runcing
menyentuhkan ujungnya di
bumi.
Kaki-kaki cinta yang tegas
bagai logam berat gemerlapan
menempuh ke muka
dan tak’kan kunjung diundurkan.
Selusin malaikat
telah turun
di kala hujan gerimis.
Di muka kaca jendela
mereka berkaca dan mencuci
rambutnya
untuk ke pesta.
Wahai, Dik Narti,
dengan pakaian pengantin
yang anggun
bung-bunga serta keris
keramat
aku ingin membimbingmu ke
altar
untuk dikawinkan.
Aku melamarmu.
Kau tahu dari dulu:
tiada lebih buruk
dan tiada lebih baik
daripada yang lain
penyair dari kehidupan
sehari-hari,
orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari
kehidupan, pikir dan rasa.
Semangat kehidupan yang kuat
bagai berjuta-juta jarum
alit
menusuki kulit langit:
kantong rejeki dan restu
wingit.
Lalu tumpahlah gerimis.
Angin dan cinta
mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang kuat
bagai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jarring
menyergap hatimu
yang selalu tersenyum
padaku.
Engkau adalah putri duyung
tawananku.
Putri duyung dengan suara
merdu lembut
bagai angin laut,
mendesahlah bagiku!
Angin mendesah
selalu mendesah
dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung
tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya
yang indah
dalam jaringku.
Wahai, Putri Duyung,
aku menjaringmu
aku melamarmu
Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
karena langit
gadis manja dan manis
menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakal
bersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya.
Wahai, Dik Narti,
kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar